Hadis sebagai sumber ajaran Islam selalu menjadi perdebatan yang menarik. Banyak orang yang menganggap hadis sebagai landasan utama dalam menjalankan ajaran Islam, namun tidak sedikit pula yang meragukan keabsahannya. Bagaimana seharusnya kita memahami hadis dengan bijak?
Menurut Dr. Azyumardi Azra, seorang pakar sejarah Islam, hadis merupakan sumber kedua dalam ajaran Islam setelah Al-Qur’an. Hadis merupakan perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW yang menjadi contoh bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya yang berjudul “Hadis Nabi, Antara Fikih dan Sejarah”, Dr. Azyumardi Azra menekankan pentingnya memahami konteks sejarah dan budaya ketika menelaah hadis agar tidak terjadi penafsiran yang keliru.
Menurut Al-Ghazali, seorang ulama terkemuka pada abad pertengahan, hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Beliau menegaskan pentingnya memahami hadis dengan bijak agar tidak terjadi penyelewengan dalam memahami ajaran Islam. Al-Ghazali juga menekankan bahwa hadis harus dipelajari dengan mendalam dan tidak boleh dipahami secara asal-asalan.
Dalam konteks kekinian, banyak pakar Islam yang menekankan pentingnya memahami hadis dengan bijak dan kritis. Dr. Mahmud Syaltut, seorang ulama kontemporer, menegaskan bahwa hadis harus dipahami dengan memperhatikan konteks sosial, politik, dan budaya pada masa Nabi Muhammad SAW. Hal ini penting untuk menghindari penafsiran yang keliru dan menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus bijak dalam memahami hadis sebagai sumber ajaran Islam. Kita harus mempelajari hadis dengan kritis, mendalam, dan memperhatikan konteks sejarahnya. Dengan begitu, kita dapat menjalani ajaran Islam sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dan menghindari penafsiran yang menyimpang. Seperti yang dikatakan oleh Imam Malik, “Hadis adalah petunjuk, bukan hukum. Oleh karena itu, kita harus memahaminya dengan bijak.”